BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk individu
sekaligus makhluk social yang saling membutuhkan satu sama lain. Dalam memenuhi
kebutuhannya, manusia selalu berhubungan dengan manusia yang lain.untuk menjaga
agar hubungan tersebut berjalan dengan baik maka di butuhkan yang namanya etika
dan hukum.Etika merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang
kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil
keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatankhusus yang saya
lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Hukum
adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang yang berisi
perintah ataupun larangan untuk mengatur tingkah laku manusia guna mencapai
keadilan, keseimbangan dan keselarasan dalam hidup. Dengan kata lain untuk
mencegah terjadinya kekacauan dan lain sebagainya dalam hidup.Keduanya di buat
untuk membatasi antara individu yang satu dengan individu yang lain dan antara
kelompok satu dengan kelompok yang lain. Walaupun sudah ada aturan-aturan untuk
membatasi tingkah laku tetapi masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang
terjadi.
Dewasa ini banyak penegak hukum dalam
pelaksanaan tugasnya sering melanggar aturan main yang telah ditetapkan.Etika
penegak hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan sangat terkait dengan
moralitas dan mentalitas aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas-tugas
peradilan itu sendiri yang tercermin lewat fungsi pokok penegak hukum, yaitu
fungsi menegakkan keadilan dalam masyarakat.Jadi berbicara tentang Etika
Birokrasi berarti kita berbicara tentang bagaimana aparat Birokrasi tersebut
dalam melaksanakan fungsi tugasnya sesuai dengan ketentuan aturan yang
seharusnya dan semestinya, yang pantas untuk dilakukan dan yang sewajarnya
dimana telah ditentukan atau diatur untuk ditaati dilaksanakan.
Harapan masyarakat untuk memiliki
pemerintahan yang adil, baik, peduli, melayani, dan meningkatkan kesejahteraan
rakyat, masih jauh dari realitas.Masuknya orang-orang baru dalam pemerintahan
(reformasi), baik di legislatif, eksekutif maupun yudikatif, dirasa masih belum
mampu menciptakan perbaikan nyata kinerja pemerintahan.
Kinerja birokrasi penegakan hukum menjadi isu yang
strategis, karena memiliki implikasi yang luas dalam kehidupan masyarakat agar
semua bisa tertib.Salah satu upaya pembenahan birokrasi dan manajemen
Pemerintah sebagai fasilitator keadilan adalah perubahan mindset sumber daya
manusia (SDM) dari pola pikir yang selalu ingin dilayani menjadi pola pikir
wirausahawan yang melayani konsumen yaitu masyarakat.Maka dari
itu makalah ini mencoba mendiskripsikan lebih lanjut pengertian etika, hukum,
dan penegakan hukum terhadap pejabat Negara yang melakukan pelanggaran etika.
1.2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang masalah tersebut, maka dapat di rumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apa pengertian, Penegakan hukum, pejabat Negara,
dan pelanggaran etika ?
2. Apakah akibat yang ditimbulkan saat seorang penegak
hukum justru melanggar hukum?
1.3 Manfaat
Penulisan
Bermanfaat
untuk menambah wawasan mengenai penegakan hokum terhadap pejabat Negara yang
melakukan pelanggaran etika
1.4 Tujuan Penulisan
1. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
menambah wawasan masyarakat umum, khususnya para mahasiswa tentang pentingnya
etika.
2. Diharapkan bisa meningkatkan kesadaran penegak
hukum dan aparat pemerintah yang menjadi penggerak roda pemerintahan akan
dampak dari tindakan melanggar kode etik dan norma-norma yang berlaku
dilingkungan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya
upaya untuk tegaknya atauberfungsinya norma-norma
hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku
dalam lalulintas atau hubungan-hubungan hukum
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.Ditinjau
dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh
subjek yangluas dan dapat pula diartikan
sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek
dalam arti yang terbatas atau sempit.
Dalam arti luas, proses penegakan
hukum itu melibatkansemua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum.
Siapa saja yang menjalankan aturannormatif atau melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu dengan mendasarkan diripada norma aturan hukum yang berlaku,
berarti dia menjalankan atau menegakkan aturanhukum. Dalam arti sempit, dari
segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikansebagai
upaya aparatur penegakan hukum tertentu
untuk menjamin dan memastikanbahwa suatu aturan
hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam
memastikantegaknya hukum itu, apabila diperlukan,
aparatur penegak hukum itu diperkenankanuntuk
menggunakan daya paksa.
Pengertian penegakan hukum itu dapat pula
ditinjau dari sudut objeknya, yaitudari segi
hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup
makna yang luas dansempit. Dalam arti luas,
penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai
keadilan yangterkandung di dalamnya bunyi
aturan formal maupun nilai-nilai keadilan
yang hidu dalam masyarakat. Tetapi, dalam
arti sempit, penegakan hukum itu hanya
menyangkutpenegakan peraturan yang formal dan
tertulis saja. Karena itu, penerjemahan perkataan‘law
enforcement’ ke dalam bahasa Indonesia dalam menggunakan perkataan
‘penegakanhukum’ dalam arti luas dan dapat
pula digunakan istilah ‘penegakan peraturan’
dalamarti sempit. Pembedaan antara formalitas
aturan hukum yang tertulis dengan cakupannilai
keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam bahasa
Inggeris sendiridengan dikembangkannya istilah ‘the rule of law’ versus
‘the rule of just law’ atau dalamistilah ‘the rule of law and not of man’
versus istilah ‘the rule by law’ yang berarti ‘therule of man by law’.
Dalam istilah ‘the rule of law’ terkandung makna pemerintahan olehhukum,
tetapi bukan dalam artinya yang formal,
melainkan mencakup pula nilai-nilaikeadilan yang
terkandung di dalamnya. Karena itu,
digunakan istilah ‘the rule of justlaw’.
Dalam istilah ‘the rule of law and
not of man’ dimaksudkan untuk
menegaskanbahwa pada hakikatnya pemerintahan
suatu negara hukum modern itu dilakukan
olehhukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah ‘the rule by law’ yang
dimaksudkansebagai pemerintahan oleh orang yang
menggunakan hukum sekedar sebagai alatkekuasaan belaka.
Dengan uraian di atas jelaslah kiranya bahwa
yang dimaksud dengan penegakanhukum itu kurang lebih merupakan upaya yang
dilakukan untuk menjadikan hukum, baikdalam arti formil
yang sempit maupun dalam arti materiel
yang luas, sebagai pedomanperilaku dalam setiap perbuatan
hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutanmaupun oleh
aparatur penegakan hukum yang resmi diberi
tugas dan kewenangan olehundang-undang untuk menjamin
berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalamkehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Menurut Soerjono Soekanto, dalam bukunya faktor-faktor yang mempengaruhi
penegakan hukum (2002:5) menyebutkan bahwa masalah pokok dari penegakan hukum
sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya, yaitu :
a. Faktor hukumnya sendiri
yaitu berupa undang-undang
b. Faktor penegak hukum,
yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan
hukum.
c. Faktor sarana atau
fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
d. Faktor masyarakat, yakni
lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
e. Faktor
kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Kemudian Al. Wisnubroto dalam bukunya yang berjudul
Hakim dan peradilan di Indonesia (1997:88-90) memuat beberapa faktor internal
yang mempengaruhi hakim dalam mengambil keputusan. Adapun beberapa faktor yang
mempengaruhi hakim dalam mempertimbangkan suatu keputusan adalah :
1. Faktor Subjektif
a. Sikap
prilaku apriori
Sering kali
hakim dalam mengadili suatu perkara sejak awal dihinggapi suatu prasangka atau
dugaan bahwa terdakwa atau tergugat bersalah, sehingga harus dihukum atau
dinyatakan sebagai pihak yang kalah.Sikap ini jelas bertentangan dengan asas
yang dijunjung tinggi dalam peradilan modern, yakni asas praduga tak bersalah (presumtion
of innocence), terutama dalam perkara pidana. Sikap yang bersifat memihak
salah satu pihak (biasanya adalah penuntut umum atau penggugat) dan tidak adil
ini bisa saja terjadi karena hakim terjebak oleh rutinitas penanganan perkara
yang menumpuk dan target penyelesaian yang tidak seimbang.
b. Sikap perilaku emosional
Perilaku
hakim yang mudah tersinggung, pendendam dan pemarah akan berbeda dengan prilaku
hakim yang penuh pengertian, sabar dan teliti dalam menangani suatu perkara.
Hal ini jelas sangat berpengaruh pada hasil putusannya.
c. Sikap Arrogence
power
Hakim yang
memiliki sikap arogan, merasa dirinya berkuasa dan pintar melebihi orang lain
seperti jaksa, penasihat hukum apalagi terdakwa atau pihak-pihak yang
bersengketa lainnya, sering kali mempengaruhi Keputusannya.
d. Moral
Faktor ini
merupakan landasan yang sangat vital bagi insan penegak keadilan, terutama
hakim.Faktor ini berfungsi membentengi tindakan hakim terhadap cobaan-cobaan
yang mengarah pada penyimpangan, penyelewengan dan sikap tidak adil lainnya.
2. Faktor
Objektif
a. Latar belakang sosial
budaya
Latar
belakang sosial hakim mempengaruhi sikap perilaku hakim. Dalam beberapa kajian
sosiologis menunjukkan bahwa, hakim yang berasal dari status sosial tinggi
berbeda cara memandang suatu permasalahan yang ada dalam masyarakat dengan
hakim yang berasal dari lingkungan status sosial menengah atau rendah.
b. Profesionalisme
Profesionalisme
yang meliputi knowledge (pengetahuan, wawasan) danskills (keahlian,
keterampilan) yang ditunjang dengan ketekunan dan ketelitian merupakan faktor
yang mempengaruhi cara hakim mengambil keputusan masalah profesionalisme ini
juga sering dikaitkan dengan kode etik di lingkungan peradilan. Oleh sebab itu
hakim yang menangani suatu perkara dengan berpegang teguh pada etika profesi
tentu akan menghasilkan putusan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan.
2.2 Definisi Pejabat Negara
C.F. Strong mengartikan pemerintah dalam
arti luas sebagai organisasi negara yang utuh dengan segala alat
kelengkapan negara yang memiliki fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Dengan kata lain, negara dengan seluruh alat kelengkapannya merupakan
pengertian pemerintahan dalam arti yang luas. Sedangkan pengertian pemerintahan
dalam arti yang sempit, hanya mengacu pada satu fungsi saja, yakni fungsi
eksekutif.
Berdasarkan pendapat Strong tersebut, maka pengertian pejabat negara
akan merujuk pada pengertian pemerintahan dalam arti yang luas. Sedangkan
pengertian pejabat pemerintahan akan mengacu pada pengertian pemerintahan dalam
arti yang sempit, atau pejabat yang berada pada lingkungan pemerintahan saja,
yakni cabang kekuasaan eksekutif.Jawaban yang didasarkan pada pendapat Strong
di atas tentu masih menyisakan pertanyaan.Misalnya, apakah Presiden sebagai
lembaga eksekutif merupakan pejabat pemerintahan dan bukan pejabat negara?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka perlu untuk melihat fungsi dari
lembaga-lembaga negara.Bagir Manan mengkategorikan 3 (tiga) jenis
lembaga negara yang dilihat berdasarkan fungsinya, yakni:
1.
Lembaga Negara yang
menjalankan fungsi negara secara langsung atau bertindak untuk dan atas nama
negara, seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, dan Lembaga Kekuasaan Kehakiman.
Lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi ini disebut alat kelengkapan negara.
2.
Lembaga Negara yang
menjalankan fungsi administrasi negara dan tidak bertindak untuk dan atas nama
negara. Artinya, lembaga ini hanya menjalankan tugas administratif yang tidak
bersifat ketatanegaraan.Lembaga yang menjalankan fungsi ini disebut sebagai
lembaga administratif.
3.
Lembaga Negara
penunjang atau badan penunjang yang berfungsi untuk menunjang fungsi alat
kelengkapan negara.Lembaga ini disebut sebagai auxiliary organ/agency.
Berdasarkan kategorisasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
pejabat negara adalah pejabat yang lingkungan kerjanya berada pada lembaga
negara yang merupakan alat kelengkapan negara beserta derivatifnya berupa
lembaga negara pendukung.Sebagai contoh pejabat Negara adalah anggota DPR,
Presiden, dan Hakim. Pejabat-pejabat tersebut menjalankan fungsinya untuk dan
atas nama negara.
Sedangkan pejabat pemerintahan adalah pejabat yang lingkungan kerjanya
berada pada lembaga yang menjalankan fungsi administratif belaka atau lazim
disebut sebagai pejabat administrasi negara seperti menteri-menteri sebagai
pembantu Presiden, beserta aparatur pemerintahan lainnya di lingkungan
eksekutif.
Pimpinan dan anggota
lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang
Dasar 1945 dan Pejabat Negara yang ditentukan oleh Undang-undang.
2.3 Definsi Pelanggaran Etika
2.3.1
Pengertian Etika
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(1998) merumuskan pengertian etika dalam tiga arti sebagai berikut:
·
Ilmu tentang apa yang baik dan
yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
·
Kumpulan asas atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak.
·
Nilai mengenai benar dan salah
yang dianut masyarakat.
Menurut Profesor Robert Saloman
dapat dikelompokkan menjadi dua defnsi yaitu :
·
Etika merupakan karakter
individu, dalam hal ini termasuk bahwa orang yang beretika adalah orang yang
baik. Pengertian ini disebut pemahaman manusia sebagai individu yang beretika.
·
Etika merupakan hukum sosial.
Etika merupakan hukum yang mengatur, mengendalikan serta membatasi perilaku
manusia.
2.3.2
Pelanggaran Etika
Etika sebagai sebuah nilai yang menjadi pegangan
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah laku di dalam kehidupan
kelompok tersebut, tentunya tidak akan terlepas dari tindakan-tindakan tidak
etis. Tindakan tidak etis yang dimaksudkan di sini adalah tindakan melanggar
etika yang berlaku dalam lingkungan kehidupan tersebut. Hal-hal yang
menyebabkan terjadinya tindakan-tindakan tidak etis dalam sebuah perusahaan
menurut Jan Hoesada (2002) adalah:
·
Kebutuhan Individu.
Kebutuhan
individu merupakan faktor utama penyebab terjadinya tindakan-tindakan tidak
etis.Contohnya, seseorang bisa saja melakukan korupsi untuk mencapai kebutuhan
pribadi dalam kehidupannya.Sebuah keinginan yang tidak terpenuhi itulah yang
memancing individu melakukan tindakan-tindakan yang tidak etis.
·
Tidak ada pedoman
Tindakan tidak etis bias saja
muncul karena tidak adanya pedoman atau prosedur-prosedur yang baku tentang
bagaimana melakukan sesuatu.
·
Perilaku dan kebiasaan individu
Tindakan tidak etis juga bisa
muncul karena perilaku dan kebiasaan individu, tanpa memperhatikan faktor
lingkungan di mana individu tersebut berada.
·
Lingkungan tidak etis
Suatu lingkungan dapat
mempengaruhi orang lain yang berada dalam lingkungan tersebut untuk melakukan
hal serupa. Lingkungan tidak etis ini terkait pada teori psikologi sosial, di
mana anggota mencari konformitas dengan lingkungan dan kepercayaan pada
kelompok.
·
Perilaku atasan
Jika atasan yang terbiasa
melakukan tindakan tidak etis, dapat mempengaruhi orang-orang yang berada dalam
lingkup pekerjaannya untuk melakukan hal serupa. Hal itu terjadi karena dalam
kehidupan sosial sering kali berlaku pedoman tidak tertulis bahwa apa yang
dilakukan atasan akan menjadi contoh bagi anak buahnya.
2.4 Penegakan
Hukum terhadap Pejabat Negara yang Melakukan Pelanggaran Etika
A. Hukum dan Etika
Terdapat hubungan antara Hukum dengan Etika sebagai
berikut :
·
Keduanya
mengatur perilaku individu
·
Terdapat
perbedaan: ilegalitas tidak selalu berarti tidak etis
·
Hukum
bersifat eksternal dan dapat ditegakkan tanpa melibatkan perasaan, atau
kepercayaan orang (sasaran hukum), sementara etika bersifat internal,
subyektif, digerakkan oleh keyakinan dan kesadaran individu
·
Hukum
dalam konteks administrasi adalah soal pemberian otoritas atau instrumen
kekuasaan
·
Basis
dari hukum adalah etika, dan ketika hukum diterapkan harus dikembalikan pada
prinsip-prinsip etika
·
Banyak
kasus, secara hukum dibenarkan tapi secara etika dipermasalahkan [trend anak
politisi yang jadi calon anggota legislatif.
B.
Contoh
pelanggaran etik
Kebutuhan
akan norma etik oleh manusia di wujudkan dengan dengan membuat serangkaian
norma etik untuk suatu kegiatan atau profesi. Rangkaian yang terhimpun ini bias
di sebut kode etik. Kode etik merupakan bentuk aturan (code) tertulis yang
secara sistematis sengaja di buat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada.
Masyarakat profesi secara berkelompok
membentuk kode etik profesi. Contohnya, kode etik guru, kode etik unsinyur,
kode etik wartawan dan sebagainya. Berisi ketentuan-ketentuan normatif etik yang seharusnya dilakukan oleh anggota
profesi.kode etik profesi diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan
profesi dan disisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan
maupun penyalahgunaan keahlian.tanpa etika profesi,apa yang semula dikenal sebagai
sebuah profesi yang terhormat akana segera jatuh tergregadasi menjadi sebuah
pekerjaan pencairan nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak di warnai
dengan nilai-nilai idealism, dan ujungnya akan berakhir dengan tidak adanya
lagi respek maupun kepercayaan yang pantas di berikan kepada para elit
professional tersebut.
Meskipun
telah memiliki kode etik, masih banyak terjadi seseorang yang melanggar kode
etik profesionalnya sendiri.Contohnya: seorangdokter melanggar kode etik
dokter. Pelanggaran kode etik tidak akan mendapat sanksi lahiriah atau yang
bersifat memaksa. Pelanggaran etik biasanya mendapat sanksi etik, seperti
menyesal, rasa bersalah dan malu. Bila seorang profesi melanggar kode etik
profesinya akan mendapat sanksi etik dari lembaga profesi, seperti teguran,
dicabut keanggotaannya, atau tidak di perbolehkan lagi menjalani profesi
tersebut.
C.
Sanksi
Pelanggaran Etik
a) Sanksi Sosial
Sanksi ini diberikan oleh masyarakat
sendiri, tanpa melibatkan pihak berwenang.Pelanggaran yang terkena sanksi sosial
biasanya merupakan kejahatan kecil, ataupun pelanggaran yang dapat dimaafkan.
Dengan demikian hukuman yang diterima akan ditentukan oleh masyarakat, misalnya
membayar ganti rugi dsb, pedoman yang digunakan adalah etika setempat
berdasarkan keputusan bersama.
b) Sanksi Hukum
Sanksi ini diberikan oleh pihak
berwenangan, dalam hal ini pihak kepolisian dan hakim.Pelanggaran yang
dilakukan tergolong pelanggaran berat dan harus diganjar dengan hukuman pidana
ataupun perdata.Pedomannya suatu KUHP.
2.5 Contoh Kasus Pelanggaran Etika
1. Asmadinata
Majelis Kehormatan Hakim (MKH)
menjatuhkan sanksi pemecatan secara tidak hormat kepada hakim ad hoc tipikor,
Asmadinata.Sanksi berat diberikan kepada Asmadinata karena hakim ini telah
menemui seorang ‘broker’ atau makelar kasus.Alasan pemecatan menurut Pimpinan
sidang MKH, I Made Tara, ialah karena Asmadinata telah terbukti melanggar kode
etik dan pedoman perilaku hakim.
Kasus
Asmadinata berawal dari kasus korupsi Ketua DPRD Grobogan yang ditangani oleh
Asmadinata –dan beberapa hakim lainnya- di Pengadilan Tipikor
Semarang.Asmadinata dihubungi oleh Kartini Marpaung (seorang hakim ad hoc)
untuk bertemu dengan Heru Krisbandono (hakim ad hoc tipikor Pontianak).
Pada
pertemuan pertama, Heru meminta tolong kepada Asmadinata untuk membebaskan
tersangka kasus korupsi yang ditanganinya.Namun, Asmadinata mengaku menolak
permintaan ini.Setelah itu, terjadi pertemuan kedua di sebuah hotel.Pada
pertemuan itu, Asmadinata tak segera menghindar dari Heru.Padahal, dalam pertemuan
pertama, dia sudah mengetahui bahwa Heru adalah sebuah broker (makelar) kasus
untuk perkara DPRD Grobogan.
Lalu,
pada 9 Agustus 2012, setelah dua kali pertemuan dengan Heru, digelar rapat
permusyawaratan hakim untuk kasus Ketua DPRD Grobogan. Pada rapat ini majelis
hakim telah sepakat menghukum sang Ketua DPRD. Namun, begitu rapat selesai,
Asmadinata mengajukan dissenting opinion (DO) atau pendapat berbeda.Asmadinata
berpendapat bahwa terdakwa seharusnya bebas.
3. Acep Sugiana
Acep
Sugiana harus rela melepaskan profesi impiannya sejak dia kuliah yakni
hakim.Majelis Kehormatan Hakim yang terdiri dari unsur Mahkamah Agung (MA) dan
Komisi Yudisial (KY) baru saja memecat Hakim Pengadilan Negeri Singkawang itu
dengan hormat sebagai hakim.
Menurut
pimpinan sidang MKH Suparman Marzuki di Gedung MA, terlapor terbukti melanggar
kode etik hakim.Terlapor dijatuhi sanksi pemberhentian tetap dengan hak pensiun
(dengan hormat).
Suparman
menjelaskan pemberian hak pensiun kepada Acep karena majelis mempertimbangkan
beberapa pembelaan yang disampaikan oleh Acep.Di antaranya, dia masih memiliki
anak-anak yang kecil.Acep juga mengaku masih menjadi tulang punggung keluarga,
karena ayahnya hanya seorang supir angkot.
Acep
dinilai telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim karena
berselingkuh dengan perempuan lain bernama Thu Fu Liang. Istri Acep, bernama
Erna, melaporkan perselingkuhan ini ke KY.
4. Nuril Huda
Hakim
yang juga sekaligus Ketua Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah
ini dijatuhi sanksi non palu alias tidak boleh bersidang selama 2 tahun. Dalam
masa itu pula Nuril tidak akan diberikan tunjangan apapun dan hanya akan mendapat
gaji pokok sebagai hakim.
Hukuman
itu dijatuhkan setelah Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menyatakan Nuril terbukti
menerima uang Rp20 juta dari seorang advokat yang perkaranya disidangkan oleh
Nuril. Menurut MKH, perbuatan Nuril itu sudah termasuk pelanggaran kode etik.
Hukuman yang dijatuhkan MKH ini lebih ringan ketimbang rekomendasi Komisi
Yudisial agar Nuril diberhentikan secara tetap dengan tetap memperoleh pensiun.
5. Lumban Tobing
Majelis
Kehormatan Hakim (MKH) menjatuhkan sanksi pemberhentian secara hormat dengan
hak pensiun terhadap Hakim PN Binjai Raja MG Lumban Tobing. Lumban Tobing
dinyatakan terbukti melanggar SKB Ketua MA dan Ketua KY Tahun 2009 tentang Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) lantaran diketahui sebagai pengguna
narkoba dan pernah bertemu dengan pihak yang berperkara.
Lumban
Tobing terima uang sebesar Rp 8 juta dan sabu dari terdakwa narkoba melalui
rekannya bernama Yuwono.Pemberian itu ditujukan meringankan vonis terdakwa
menjadi 2 tahun penjara yang ditangani Lumban Tobing.
Sidang
pleno KY diputuskan, Lumban Tobing terbukti melanggar SKB Ketua MA dan Ketua KY
tentang KEPPH, khususnya melanggar prinsip berlaku adil terkait larangan
berkomunikasi dengan pihak yang berperkara, berperilaku jujur, dan menghindari
perbuatan tercela, menjaga kepercayaan masyarakat, larangan meminta atau
menerima sesuatu atau hadiah/janji.
6. Achmad Yamanie
Mantan
Hakim Agung Achmad Yamanie resmi diberhentikansecara tidak hormat alias dipecat
lantaran terbukti mengubah draf putusan PK, terpidana narkoba Hengky
Gunawan.Surat pemberhentian tersebut diteken Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
pada tanggal 10 Januari 2013 lalu.
Sebagaimana
di lansir di hukumonline.com, dalam sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang
diketuai Prof Paulus Efendi Lotulung memutuskan untuk memberhentikan secara
tidak hormat.Yamanie dianggap terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim lantaran mengubah draf putusan PK, terpidana narkoba Hengky
Gunawan.Yamanie mengubah amar putusan Hengky dari 15 tahun menjadi 12 tahun
penjara.
Itu tadi 6 hakim yang telah dikenai sanksi oleh Majelis Kehormatan Hakim. Sebenarnya masih banyak hakim lain yang dikenai sanksi.
Itu tadi 6 hakim yang telah dikenai sanksi oleh Majelis Kehormatan Hakim. Sebenarnya masih banyak hakim lain yang dikenai sanksi.
7. Hamzah Tadza
Jaksa
Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung, Hamzah Tadza, menyatakan bahwa jaksa
yang menangani kasus Gayus Tambunan telah melakukan pelanggaran berat. Hamzah
menegaskan, karena ditemukan indikasi kesengajaan, tidak menutup kemungkinan
akan berujung pada pemberhentian tidak hormat. Pemberhentian tidak hormat akan
menunggu seluruh hasil pemeriksaan selesai dilakukan dengan juga melakukan
konfrontir dengan Gayus Tambunan, penyidik kepolisian, serta pengacara Gayus.
Pelanggaran berat yang dilakukan oleh jaksa yang menangani perkara Gayus bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 30/1980.PP itu menyebutkan bahwa setiap pegawai negeri harus “disiplin”, yakni disiplin dalam ucapan, tulisan, dan perbuatan baik di dalam maupun di luar jam kerja. Hamzah menegaskan, jika kemudian ditemukan ada indikasi pidana, yakni menerima uang alias gratifikasi dalam menangani perkara, maka mengacu pada PP No. 20/2008, Jaksa Agung berhak memberhentikan sementara statusnya sebagai jaksa berdasarkan rekomendasi Jaksa Agung Muda Pengawasan. “Apabila nanti ada salah seorang jaksa terbukti pidana Jaksa Agung berhak memberhentikan,”tandasnya.
Pelanggaran berat yang dilakukan oleh jaksa yang menangani perkara Gayus bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 30/1980.PP itu menyebutkan bahwa setiap pegawai negeri harus “disiplin”, yakni disiplin dalam ucapan, tulisan, dan perbuatan baik di dalam maupun di luar jam kerja. Hamzah menegaskan, jika kemudian ditemukan ada indikasi pidana, yakni menerima uang alias gratifikasi dalam menangani perkara, maka mengacu pada PP No. 20/2008, Jaksa Agung berhak memberhentikan sementara statusnya sebagai jaksa berdasarkan rekomendasi Jaksa Agung Muda Pengawasan. “Apabila nanti ada salah seorang jaksa terbukti pidana Jaksa Agung berhak memberhentikan,”tandasnya.
Kejaksaan Agung sendiri telah telah
menetapkan lima orang aparaturnya sebagai terlapor dugaan pelanggaran etika
profesi dalam kasus pajak Gayus Halomoan Tambunan. Para terlapor itu adalah
jaksa P16 selaku peneliti Cirus Sinaga, Fadil Regan, Eka Kurnia Sukmasari, dan
Ika Savitrie Salim dan jaksa P16A Nazran Aziz dari Kejari Tangerang, sebagai
jaksa sidang.
Para
pejabat struktural yang turut diperiksa adalah Kasubbag Tata Usaha pada
Direktorat Prapenuntutan Rohayati, karena mengetahui alur administrasinya,
Kasubdit Kamtibum dan TPUL pada Direktorat Prapenuntutan Jampidum Mangiring,
yaitu tempat berkas masuk. Tak lupa, Direktur Prapenuntutan Poltak Manullang,
Direktur Penuntutan Pohan Lasphy, juga ikut diperiksa. Hamzah menegaskan, dalam
pemeriksaan yang dilakukan tersebut yang paling bertanggungjawab adalah Ketua
Jaksa Peneliti Berkas Cirus Sinaga yang sekarang menjadi Asisten Pidana Khusus
di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah serta Direktur Prapenuntutan Poltak Manulang
yang menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku. “Dalam kasus ini keduanya yang paling
bertanggung jawab,”tegasnya.Hamzah bilang, jabatan struktural keduanya kini
sudah resmi dicopot.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelangaran etik adalah suatu
perbuatan yang pelanggar aturan-aturan yang telah disepakati atau ditetapkan oleh
badan atau lembaga tertentu. Aturan-aturan ini memuat apa saja yang boleh
dilakaukan dan tidak boleh dilakukan oleh siapa saja yang terikat dengan aturan
tersebut. Sedangkan Pelanggaran hukum adalah pelanggaran terhadap
peraturan-peraturan perundang-undangan Negara,karena hukum oleh Negara
dimuatkan dalam peraturan perundangan.Kasus tidak membawa SIM berarti melanggar
peraturan,yaitu undang-undang no.14 tahun 1992 tentang lalu lintas yang kemudia
di perbaharui oleh DPR yaitu
Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Adapun
perbedaan yang paling mendasar antara pelanggaran etik dengan hukum adalah :
1. Etik berlaku
untuk lingkungan profesi. Hukum berlaku untuk umum.
2. Etik disusun
berdasarkan kesepakatan anggota profesi. Hukum dibuat oleh suatu kekuasaan atau
adat.
3. Etik tidak
seluruhnya tertulis. Hukum tercantum secara terinci dalam kitab undang-undang /
lembaran Negara.
·
Solusi pelanggaran etik dan pelanggaran hukum adalah :
1.
Sosialisasi
Undang-Undang dan Kode Etik yang di berlakukan.
2.
Adanya
kesadaran hukum bagi setiap individu.
3.
Antara
pelanggaran dan sanksinya harus seimbang agar menimbulkan efek jera bagi si
pelanggar.
B. Saran
Permasalahan-permasalahan
kasus pelanggaran hukum maupun etik yang
terjadi saat ini memang sangat memprehatinkan, karena realita yang terjadi di
kehidupan sehari-hari masih banyak kita temui orang-orang yang melanggar kode
etik maupun hukum. oleh karena itu kesadaran bagi seluruh masyarakat akan
pentingnya norma etik maupun hukum yang seharusnya patut kita patuhi harus di
tanamkan sejak dini. Bagi pemerintah harus lebih mensosialisasikan mengenai
Undang-Undang yang yang mengatur aturan mengenai segala aspek yang berhubungan
dengan hukum. Karena pada dasarnya masyarakat banyak yang kurang paham akan
peraturan perundang-undangan yang ada di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar